November 05, 2011

BURUNG GARUDA BICARA




Suatu hari.

OB (Office Boy) : Biarlah lain kali saja kubersihkan, terlalu tinggi dipasang, terlalu jauh dari jangkauan tanganku. Aku kerjakan yang bisa aku kerjakan dulu, kalau dua foto di bawahnya ini masih bisa kujangkau dengan kemoceng ini. Aku harus cari cara untuk bisa naik ke atas sana, supaya lain kali bisa kubersihkan. Kotor sekali kondisinya, sekedar dilihatpun tidak nyaman di mata. Kalau bukan aku siapa lagi yang akan melakukannya.

Beberapa bulan kemudian. Ketika si OB sedang membersihkan ruangan dan kebetulan melintas di bawahnya, ada benda kecil berwarna hitam jatuh tepat di kepalanya. Seketika tangannya meraihnya di sela-sela rambutnya, dan begitu diamatinya ternyata kotoran cicak.

OB : Aaahhh, dari mana ini asalnya? Pasti dia sembunyi di balik burung garuda. Mungkin dia mengingatkanku bahwa aku pernah punya niat untuk membersihkannya. Oke, akan kulakukan, nunggu apa lagi kalau tidak sekarang.
Segera si OB beranjak ke gudang mengambil tangga, kemudian naik dan mulailah tangannya menari-nari memainkan kemoceng dan lap basah yang sedari tadi sudah tergantung di pundaknya.

OB : Hai burung, apa khabar?

BG (Burung Garuda) : ???

OB : Malang betul nasibmu, debu tebal begini yang hari-hari menyelimutimu. Kotoran cicak menempel hampir di seluruh tubuhmu sampai mengering dan lengket , bahkan laba-laba pun mulai bersarang.

BG : Siapa bilang nasibku malang? Cobalah kamu perhatikan baik-baik, penampilanku begitu gagah, aku tercipta dengan konsep yang sangat indah. Aku dipasang di posisi tertinggi, bahkan kedua pemimpin tertinggi Negara pun dipasang di bawahku.

OB : Apalagi yang bisa kukatakan, kondisimu memprihatinkan. Diselimuti kotoran dan tak lagi diperhatikan. Setelah kubersihkan aku yakin tak ada yang menyadari, bahkan mungkin kalau kulepas dari tempatmupun tidak ada yang memperhatikan.

BG : Jangan pesimis begitu boy. Toh aku masih diucapkan setiap upacara bendera, coba saja kamu datang ke sekolah-sekolah setiap hari Senin. Anak TK pun hapal. Apalagi aku tertera dan menjadi bagian tak terpisahkan dari UUD Negara ini. Dan keberadaanku searti dengan keberadaan Negara ini.

OB : Burung, aku tahu itu.

BG : Tahu saja tiada guna boy, kalau kamu tidak mengerti hakekatnya dan tidak mengamalkannya dalam keseharian.

OB : Itu dia yang kumaksud. Seremonial! Formalitas! Tidak satu lagi kata dan perbuatan. Semuanya sibuk sendiri-sendiri dengan urusannya masing-masing. Yang berkuasa, yang menjabat begitu juga, lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya.

BG : …..

OB : Kok diam saja, kamu tahu sendiri kan? Lambang tinggalah lambang. Pancasila? Makanan apa itu? Hanya manis di bibir. Sibuk ngurusin burungya sendiri!

BG : Sudah, sudah! Pelan-pelan boy, kalau menurutmu kondisinya sudah separah itu, mulailah dari dirimu sendiri. Begini boy, aku akan tetap seperti ini, disadari atau tidak aku akan tetap menjadi kebutuhan mendasar negaramu. Sejarah telah membuktikan aku ini sakti, dan di waktu-waktu yang akan datang juga akan terbukti lagi bahwa aku memang sakti. Bahkan kalau saatnya tiba aku akan mendunia seperti yang pernah dicita-citakan dulu.

OB : Burung, aku juga berharap begitu, tapi …

BG : Jangan tapi lagi, ini memang tidak mudah. Mulailah dari diri sendiri, mulailah belajar mengenal diriku kembali. Cobalah kenali setiap sila yang ada di dadaku, pahami hakekatnya satu per satu, dan cari tahu apa wujud nyata pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan lakukan jangan sekedar tahu, jangan lupa ajarkan ini pada anak-anakmu semenjak dini. Ajarkan apa itu toleransi, apa itu tepa selira, apa itu silaturahmi, biasakan berdiskusi, dan perkenalkan apa itu hak dan kewajiban. Kemudian beri contoh, bukankah menjadi teladan atau panutan adalah cara yang jitu bagi anak-anak. Cobalah tanamkan budaya gotong-royong dari keluarga.

OB : Ganti tema untuk lomba anak-anak, missal mewarnai Burung Garuda Pancasila, bukan mewarnai upin dan ipin …

BG : Hehe betul boy, banyak hal bisa dilakukan, teruslah berusaha ya!

OB : By the way, kamu lihat nggak tadi cicaknya lari ke mana?

BG : Waduh bahasamu boy, cobalah gunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

OB : Iya, waktu itu aku ngobrol dengan anakku dan kugunakan logat kebarat-baratan, diprotes anakku. Katanya begini, “ Papi, gunakanlah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hargailah sumpah pemuda!” Tapi pertanyaanku belum kamu jawab, lihat cicak nggak?

BG : Itu, lari di belakang fotonya Pak Wapres.

OB : Waduh!!! Bahaya kalau semua-semua dipenuhi kotoran cicak. Burung, sudah dulu ya ngobrolnya, aku kejar cicak dulu.

BG: Sssssstttt ….! Boy, jangan ceritakan ke siapa-siapa ya apa yang tadi kusampaikan. Nanti dikiranya aku sok penting. Kalau aku masih diperlukan biarlah kalian semua dengan kesadaran masing-masing merawatku.

OB : …

Bersambung …

(Maksudnya, bagi siapa saja yang membaca silahkan saja kalau mau menyambung, berkomentar sebagai OB maupun sebagai BG)

2 comments:

  1. BG : kalau saya bilang mereka tak punya burung pasti kamu tak percaya. sama jiran ttaakkuuut,,,

    ReplyDelete
    Replies
    1. OB : burung apa? cucakrowo? yang panjang bulunya? porno itu .... atau penakut yang kamu maksud? Saya sih melihatnya nggak begitu, mereka hanya hobby membiarkan orang-orang bilan "pembiaran" ini sudah membudaya ....

      Delete

bebas berkomentar, berkomentar bebas ....