March 18, 2008

PERMOHONAN FATWA PLANOLOGI


Dalam skala daerah, perencanaan tata ruang terbagi dalam beberapa tingkatan dengan hirarkhi sebagai berikut :

- Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

- Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)

- Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)

- Rencana Teknis Ruang Kota (RTRK)

- Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

Pembagian perencanaan tata ruang tersebut untuk membedakan sejauh mana kedalaman studi / perencanaan yang dilakukan yaitu dari yang sifatnya sangat umum seperti penataan land use sampai dengan detail tata bangunan.

Memperhatikan hirarkhi perencanaan tata ruang yang ada, maka kedudukan Fatwa Planologi (FP) dapat dikatakan tidak termasuk dalam struktur perencanaan tata ruang. Fatwa Planologi adalah ketentuan – ketentuan yang digunakan sebagai petunjuk perencanaan tapak / site atau Fatwa Planologi adalah semacam advice/pengarahan terhadap perencanaan tapak. Di sini Fatwa Planologi lebih berfungsi sebagai fungsi kontrol sehingga kedudukan Fatwa Planologi berada di luar terminology perencanaan tata ruang.

FUNGSI PENGAWASAN / KONTROL. Mekanisme pengawasan terhadap implementasi perencanaan tata ruang telah ada dan berbeda tergantung hirarkhinya. Dalam skala RTRW, pengawasan dilakukan dengan mengevaluasi setiap 5 tahun sekali atau periode tertentu disesuaikan dengan perkembangan perkotaannya, sedangkan dalam skala yang paling detail yaitu pada saat akan membangun, mekanisme pengawasan dilakukan dengan diterbitkannya Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang termasuk di dalamnya ada pengawan lapangan.

Sebagai fungsi pengawasan, kedudukan Fatwa Planologi berada di antara serangkaian perijinan yang terkait dengan pelaksanaan pembangunan. Rangkaian tersebut dimulai dari diterbitkannya Penetapan Lokasi (PL), Fatwa Planologi, Ijin Pematangan Lahan dan IMB. Artinya sampai dengan saat ini setelah era Otonomi Daerah, Fatwa Planologi masih mempunyai “space” strategis dalam rangkaian struktur pengawasan tata ruang.

Pada masa-masa yang akan datang setelah payung hukum Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ditetapkan di kawasan Batam Bintan Karimun (BBK), kedudukan Fatwa Planologi menjadi rentan untuk dipertanyakan. Adanya Fatwa Planologi di Batam apakah juga akan diterapkan di Bintan dan Karimun atau kondisi sebaliknya dihilangkan. Atau dalam Kawasan Ekonomi Khusus masih tetap ada kawasan yang lebih khusus lagi ?

PELAYANAN DIBAWAH STANDARD. Terlepas dari persoalan di atas kiranya tetap menarik untuk mengamati sejauh mana kualitas penyelenggaraan pelayanan public pada permohonan Fatwa Planologi. Pengamatan dilakukan dengan cara membandingkan Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik pada KEPMENPAN No. KEP/26/M.PAN/2/2004 dengan pelayanan permohonan Fatwa Planologi saat ini.

Fatwa Planologi merupakan salah satu dari sekian perijinan local yang hanya menempatkan loketnya saja di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Gedung Pusat Informasi Sumatera, sementara proses pemeriksaan berkas permohonan masih dilakukan di kantor Otorita Batam.

Pemisahan lokasi loket dengan lokasi proses pemeriksaan tidak memberikan aspek kemudahan pelayanan, malah merepotkan. Pemicunya karena dalam proses pemeriksaan masih terdapat kebiasaan Pejabat terkait memanggil Pemohon untuk berkonsultasi langsung. Di sini Pemohon dibuat bergerak dari gedung ke gedung kemudian berpindah dari meja ke meja.

Akan halnya ada pembenaran tetap diperlukan konsultasi, mestinya ditempuh dengan cara transparan. Contoh proses konsultasi yang sudah baik yaitu pada Ijin Pematangan Lahan. Proses konsultasi dilakukan dengan melibatkan secara bersama semua bagian / instansi terkait dengan Pemohon, yang kemudian dituangkan dalam berita acara yang mengikat. Praktek-praktek pertemuan secara personal antara Pemohon dan Pemberi pelayanan (Pemeriksa Teknis) yang terjadi pada permohonan Fatwa Planologi dirasa jauh dari kaidah transparansi.

Hal-hal lain yang dapat mengurangi kualitas pelayanan permohonan Fatwa Planologi antara lain adalah :

1. Tidak adanya Peraturan / Ketentuan Teknis (bukan persyaratan teknis) yang diinformasikan secara terbuka.

2. Perubahan ketentuan yang tidak disosialisasikan terlebih dahulu, misalnya lebar minimum jalan di lingkungan perumahan yang semula ROW 6 M berubah menjadi ROW 7 M

3. Dasar pemeriksaan Fatwa Planologi yang digunakan yaitu antara Keputusan Ketua Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam No. 078/REN-KPTS/VI/1994 dan No. 046/AP-KPTS/III/1992 dengan Perda Kota Batam No. 2 Tahun 2004 tentang RTRW terdapat hal-hal yang tidak sinkron, misalnya ketentuan jumlah lapis lantai permukiman, penentuan Luas Lantai dasar / KDB dan GSB.

Peraturan / Ketentuan Teknis Fatwa Planologi yang tidak diinformasikan secara terbuka dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Waktu penyelesaian permohonan yang telah ditentukan 22 Hari menjadi lentur karena alasan adanya perbaikan.

Pemohon sangat dirugikan karena sejak awal tidak dapat menerapkan ketentuan-ketentuan teknis yang dimaksudkan sehingga banyak berkas permohonan (gambar) mengalami perbaikan.

2. Celah adanya pemeriksaan yang bersifat seleratif pada saat konsultasi secara personal.

Selain masalah transparansi tersebut diatas, mekanisme pertanggung jawaban bila terjadi kerugian pelayanan publik dan kompensasi publik bila terjadi penyimpangan kinerja pelayanan juga belum tersedia wadahnya.

Arif, arsitek

No comments:

Post a Comment

bebas berkomentar, berkomentar bebas ....