March 18, 2008

A D H I P U R A VS LOMBA DESA


Rame-rame adhipura ditargetkan Kota Kita, untuk merubah status terkotor menjadi terbersih. Gotong royong bersih-bersih lingkungan disetiap RT digalakan. Tak ketinggalan spanduk Batam Bersih terpampang dimana-mana. Salut dan perlu didukung. Memang suatu penghargaan adhipura terhadap status kota adalah penting. Ada pula yang mengartikan tidak dapat diukur dengan materi.

Namun demikian, maaf yang namanya rame-rame sering kali menjadikan semua terlena. Bersih fisik kota mestinya perlu dimbangi dengan bersih kehidupan bermasyarakatnya. Bersih-bersih moral seperti bersih pungli, bersih prostitusi dll harus menjadi target berikutnya. Kalau tidak ingin dikatakan Kota Kita cantik luarnya saja namun sakit didalamnya !

Tipologi adhipura rupanya telah ada sejak dulu yaitu LOMBA DESA, acara ini sangat popular dan prestisius pada waktu itu. Masih jelas kala itu pagar pagar di cat dengan kapur, jalan penuh umbul-umbul, rumput dipotong, ujung bambu dililit kain untuk pemadam api berdiri disetiap rumah. Hasil bumi & ternak terbaik serta berbagai kerajinan dipajang rapi di Kantor Lurah. Ditambah ada petugas yang menjaga supaya tidak disentuh oleh pengunjung seperti layaknya benda berharga. Tidak ketinggalan, grafik-grafik kelahiran - kematian, perkawinan, tingkat pendidikan dll semua dibuat baru. Perangkat desa dan panitia dibelikan seragam baru (dari dana sumbangan warga) dan semua wajah terlihat ceria menanti kedatangan Tim Penilai !. Sementara warga berdiri kepanasan diluar pagar hanya bisa menonton saja.

Pakaiannya tidak matching, bajunya safari, sepatunya ket dan sisir rambunya menyembul di saku celana, begitulah penampilan Tim Penilai yang sudah ditunggu sejak pagi. Tidak sebanding dengan ribetnya penyambutan. Tim Penilai datang, duduk dijamu

makan, terus berkeliling desa. (Oleh panitia, Tim Penilai diarahkan ketempat tertentu yang dirasa baik). Setelah memberi pengarahan Tim Penilai lantas pulang dan tidak ketinggalan menggerakkan jari tengah ketemu ibu jari seperti nyetheti burung.

Seminggu kemudian, puncak dari segala acara yaitu acara pembubaran kepanitiaan digelar. Biasanya acara ini diisi pesta makan sambil menonton berbagai kesenian. Acara ini tergolong wajib sekalipun kalah dalam lomba desa! Konyol khan?. Barangkali begitulah cara perangkat desa menunjukan keberhasilan pembangunan desanya lewat lomba desa.

Pada tingkat wilayah yang lebih tinggi, walaupun tidak persis akan tetapi ada ciri khas yang masih sama yaitu rame-ramenya.

Derap pembangunan kurang menyentuh asas manfaat, yang terlihat lebih banyak kegiatan mempercantik kota seperti membuat patung patung, pot bunga dan lampu-lampu hias. Belum lagi upacara-upacara, bazar-bazar, panggung gembira & kumpul-kumpul mendunia semua dimeriahkan. Namun demikian dibalik keindahan kota, masih banyak jalan berlobang, saluran bermasalah, listrik belum terjangkau, air hidup mati, gedung sekolah mau ambruk dan banyak rumah bermasalah. Kesan seremonialnya lebih menonjol dibandingkan kegiatan yang berdaya guna.

Disinilah kiranya Adhipura VS Lomba Desa mempunyai nilai sama (draw). Mudah mudahan penghargaan Adipura yang ingin dicapai diimbangi pula dengan program pembangunan yang berdaya guna supaya masyarakat tidak sebagai penonton saja tetapi ikut menikmati. Semoga.

Ternyata lomba desa dapat memberikan gambaran diera kapan kita berada saat ini. Arif, Arsitek di Batam

No comments:

Post a Comment

bebas berkomentar, berkomentar bebas ....