November 08, 2011

makarya lantaran berkah

Tetembungan berkah ora dumunung ing pangucap, nanging ana ing sambung rasa karo Gusti. Sambunge rasa kang nuwuhake rasa ngrerepa mring kawelasan, ya tresna lan bekti. Yen patrape mengkono mesthi bakal pinaringan berkah.
Dene kabungahan kang awujud berkah ora mung dirasakake kanggo awake dhewe, nanging uga kanggo kabungahane wong akeh, luwih-luwih kang lagi nandhang papa lan cintraka, mula kalebu ewoning tumindak kang utama.
Bisaa nganti ngrasakake kanugrahan Gusti sing tanpa kendhat saben dinane, wujud apa wae, patrape rumangsa beja kemayangan dene kepareng ngrungu lan nyumerepi. Nderek mbengkas kasangsarane urip ing donya iki lan mbabar urip utama kang binerkahan ing Gusti.
Katresnan lan bekti marang Gusti iku mujudake pengandel kang wutuh. Ora cukup mung diwujudake ana ing obahe lambe utawa rasa prentuling ati, nanging luwih utama, iki sing wigati, yaiku kababar ing urip padinan kanthi watak, apa kang ditindakake in urip mung lantaran kanggo berkah, Gusti makarya. Ing telengin ati tansah rumangsa, dene Gusti kersa miji awake dhewe minangka lantaran lumebering berkah tumrap pepadha. Tumrap kang lagi nandhang papa, ateges gelem digunakake Gusti kanggo mbiyantu ngenthengake rekasane urip pepadha.
Mula kudu tansah eling yen namung sakdrema minangka lantaran sih Gusti. Supayane tansaya ngrembaka wujud pituduh bab gandrunge manungsa marang Gusti.

November 05, 2011

let construct ...


house of mr.Bob londo australi

masih seputaran avenue ....

di atas karang ... didebur ombak

BURUNG GARUDA BICARA




Suatu hari.

OB (Office Boy) : Biarlah lain kali saja kubersihkan, terlalu tinggi dipasang, terlalu jauh dari jangkauan tanganku. Aku kerjakan yang bisa aku kerjakan dulu, kalau dua foto di bawahnya ini masih bisa kujangkau dengan kemoceng ini. Aku harus cari cara untuk bisa naik ke atas sana, supaya lain kali bisa kubersihkan. Kotor sekali kondisinya, sekedar dilihatpun tidak nyaman di mata. Kalau bukan aku siapa lagi yang akan melakukannya.

Beberapa bulan kemudian. Ketika si OB sedang membersihkan ruangan dan kebetulan melintas di bawahnya, ada benda kecil berwarna hitam jatuh tepat di kepalanya. Seketika tangannya meraihnya di sela-sela rambutnya, dan begitu diamatinya ternyata kotoran cicak.

OB : Aaahhh, dari mana ini asalnya? Pasti dia sembunyi di balik burung garuda. Mungkin dia mengingatkanku bahwa aku pernah punya niat untuk membersihkannya. Oke, akan kulakukan, nunggu apa lagi kalau tidak sekarang.
Segera si OB beranjak ke gudang mengambil tangga, kemudian naik dan mulailah tangannya menari-nari memainkan kemoceng dan lap basah yang sedari tadi sudah tergantung di pundaknya.

OB : Hai burung, apa khabar?

BG (Burung Garuda) : ???

OB : Malang betul nasibmu, debu tebal begini yang hari-hari menyelimutimu. Kotoran cicak menempel hampir di seluruh tubuhmu sampai mengering dan lengket , bahkan laba-laba pun mulai bersarang.

BG : Siapa bilang nasibku malang? Cobalah kamu perhatikan baik-baik, penampilanku begitu gagah, aku tercipta dengan konsep yang sangat indah. Aku dipasang di posisi tertinggi, bahkan kedua pemimpin tertinggi Negara pun dipasang di bawahku.

OB : Apalagi yang bisa kukatakan, kondisimu memprihatinkan. Diselimuti kotoran dan tak lagi diperhatikan. Setelah kubersihkan aku yakin tak ada yang menyadari, bahkan mungkin kalau kulepas dari tempatmupun tidak ada yang memperhatikan.

BG : Jangan pesimis begitu boy. Toh aku masih diucapkan setiap upacara bendera, coba saja kamu datang ke sekolah-sekolah setiap hari Senin. Anak TK pun hapal. Apalagi aku tertera dan menjadi bagian tak terpisahkan dari UUD Negara ini. Dan keberadaanku searti dengan keberadaan Negara ini.

OB : Burung, aku tahu itu.

BG : Tahu saja tiada guna boy, kalau kamu tidak mengerti hakekatnya dan tidak mengamalkannya dalam keseharian.

OB : Itu dia yang kumaksud. Seremonial! Formalitas! Tidak satu lagi kata dan perbuatan. Semuanya sibuk sendiri-sendiri dengan urusannya masing-masing. Yang berkuasa, yang menjabat begitu juga, lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya.

BG : …..

OB : Kok diam saja, kamu tahu sendiri kan? Lambang tinggalah lambang. Pancasila? Makanan apa itu? Hanya manis di bibir. Sibuk ngurusin burungya sendiri!

BG : Sudah, sudah! Pelan-pelan boy, kalau menurutmu kondisinya sudah separah itu, mulailah dari dirimu sendiri. Begini boy, aku akan tetap seperti ini, disadari atau tidak aku akan tetap menjadi kebutuhan mendasar negaramu. Sejarah telah membuktikan aku ini sakti, dan di waktu-waktu yang akan datang juga akan terbukti lagi bahwa aku memang sakti. Bahkan kalau saatnya tiba aku akan mendunia seperti yang pernah dicita-citakan dulu.

OB : Burung, aku juga berharap begitu, tapi …

BG : Jangan tapi lagi, ini memang tidak mudah. Mulailah dari diri sendiri, mulailah belajar mengenal diriku kembali. Cobalah kenali setiap sila yang ada di dadaku, pahami hakekatnya satu per satu, dan cari tahu apa wujud nyata pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan lakukan jangan sekedar tahu, jangan lupa ajarkan ini pada anak-anakmu semenjak dini. Ajarkan apa itu toleransi, apa itu tepa selira, apa itu silaturahmi, biasakan berdiskusi, dan perkenalkan apa itu hak dan kewajiban. Kemudian beri contoh, bukankah menjadi teladan atau panutan adalah cara yang jitu bagi anak-anak. Cobalah tanamkan budaya gotong-royong dari keluarga.

OB : Ganti tema untuk lomba anak-anak, missal mewarnai Burung Garuda Pancasila, bukan mewarnai upin dan ipin …

BG : Hehe betul boy, banyak hal bisa dilakukan, teruslah berusaha ya!

OB : By the way, kamu lihat nggak tadi cicaknya lari ke mana?

BG : Waduh bahasamu boy, cobalah gunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

OB : Iya, waktu itu aku ngobrol dengan anakku dan kugunakan logat kebarat-baratan, diprotes anakku. Katanya begini, “ Papi, gunakanlah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hargailah sumpah pemuda!” Tapi pertanyaanku belum kamu jawab, lihat cicak nggak?

BG : Itu, lari di belakang fotonya Pak Wapres.

OB : Waduh!!! Bahaya kalau semua-semua dipenuhi kotoran cicak. Burung, sudah dulu ya ngobrolnya, aku kejar cicak dulu.

BG: Sssssstttt ….! Boy, jangan ceritakan ke siapa-siapa ya apa yang tadi kusampaikan. Nanti dikiranya aku sok penting. Kalau aku masih diperlukan biarlah kalian semua dengan kesadaran masing-masing merawatku.

OB : …

Bersambung …

(Maksudnya, bagi siapa saja yang membaca silahkan saja kalau mau menyambung, berkomentar sebagai OB maupun sebagai BG)

November 03, 2011

PANCASILA, HANYA BICARA TIADA GUNA


Masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila adalah cita-cita bangsa dan Negara ini, sebagaimana kita semua sudah mengetahuinya, setidaknya yang pernah sekolah pernah mendengarnya. Cita-cita yang luhur dan menjadi idaman seluruh anak bangsa. Adil dan makmur menjadi intinya, dan berdasarkan Pancasila menjadikannya spesifik, terasa ‘Indonesia banget’.
Tetapi cita-cita luhur bangsa ini tidak akan pernah terwujud jika hanya di omongan, tanpa pengamalan tentunya hanya akan habis di cita-cita saja nantinya. Harus ada tindakan nyata, yang dilakukan segenap anak bangsa, menjadi gerakan masyarakat luas, yang dilandasi dengan kesadaran yang cukup.
Sebaiknya tidak ditunda lagi, mulailah sekarang juga, mulailah dari diri sendiri, bahkan dari hal yang terkecil sekalipun. Pilih hal yang paling mudah dan paling mungkin untuk dilaksanakan, untuk memastikan bahwa upaya pengamalan Pancasila ini benar-benar bisa segera dilaksanakan dan dibudayakan kembali.
Orang Jawa bilang : ‘muni thok tanpa guna’, bahasa ‘bule’nya NATO, no action talk only. Dalam hal ini ada satu hal kecil yang layak kita cermati, yaitu budaya gotong-royong. Satu aktifitas sederhana yang dapat dijadikan sarana awal dan mendasar untuk meretas jalan bagi kembalinya falsafah hidup bangsa ini, satu aktifitas sederhana yang sangat mungkin untuk kita laksanakan di lingkungan terkecil, di lingkungan RT dalam kegiatan bertetangga sehari-hari.
Lakukan kegiatan bergotong-royong ini, dan cermati, rasakan keindahannya. Bukankan ini wujud kecil yang nyata pemahaman hak dan kewajiban sebagai wujud kedilan sosial. Bukankah musyawarah bisa terjadi dalam suasana yang sangat cair, saling menghargai. Bukankah silaturahmi terjalin dengan baik, semua bersatu dalam suasana kekeluargaan. Bukankah tenggang rasa menjadi sangat terasa, semuanya sama, ringan sama dijinjing berat sama dipikul, dan baju-baju dikotomis ditanggalkan. Bukankan dalam gotong royong toleransi keberagamaan juga berkembang. Gotong royong ini bisa menjadi alternative wujud nyata membudayakan Pancasila.
Dalam kegiatan-kegiatan gotong-royong ini, alangkah prospektifnya bila melibatkan anak-anak muda. Biarlah mereka belajar secara alami falsafah hidup bangsa dan negara ini, sebagai cara hidup mereka sendiri dalam berbangsa dan bernegara. Di pundak mereka tanggung jawab atas nasib bangsa ini akan tiba gilirannya, dan dari generasi bangsa yang lebih baik kita layak untuk berharap.
Ayo kita hidupkan budaya gotong royong di lingkungan kita, jangan hanya bicara Pancasila.

February 20, 2011

INDONESIAKU (36)

Hari Merdeka

Tujuh belas agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka

Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih di kandung badan
Kita tetap setia tetap setia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia tetap setia
Membela negara kita

Indonesia Raya

Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku
Disanalah aku berdiri
Jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku
Bangsa dan Tanah Airku
Marilah kita berseru
Indonesia bersatu

Hiduplah tanahku
Hiduplah negriku
Bangsaku Rakyatku semuanya
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya

Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Tanahku negriku yang kucinta

Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya

Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Tanahku negriku yang kucinta

Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya

Garuda Pancasila

Garuda pancasila
Akulah pendukungmu
Patriot proklamasi
Sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara
Rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku
Ayo maju maju
Ayo maju maju
Ayo maju maju

Satu Nusa Satu Bangsa

Satu nusa
Satu bangsa
Satu bahasa kita

Tanah air
Pasti jaya
Untuk Selama-lamanya

Indonesia pusaka
Indonesia tercinta
Nusa bangsa
Dan Bahasa
Kita bela bersama

Bagimu Negri

Padamu negeri kami berjanji
Padamu negeri kami berbakti
Padamu negeri kami mengabdi
Bagimu negeri jiwa raga kami

Dari Sabang Sampai Merauke

Dari sabang sampai merauke
Berjajar pulau-pulau
Sambung menyambung menjadi satu
Itulah Indonesia
Indonesia tanah airku
Aku berjanji padamu
Menjunjung tanah airku
Tanah airku Indonesia

February 10, 2011

SUKET TANGGANE LUWIH IJO

(resolution of concerns)

Nyilih tetembungan (bhs Ind.) ‘rumput tetangga lebih hijau’ kang biasane luwih kerep dipahami ngemu teges kang ala ketimbang teges kang apik, gandheng karo watake menungsa kang gampang iri lan sujono. Mengkono gambarane kahanan urip menungsa ing jaman saiki, desa mawa cara negara mawa tata ora dipaelu. Ngendi nggon ketemu rusaking jaman, rusak menungsane uga rusak lingkungane.

Ananging tetembungan suket tanggane luwih ijo kuwi mau uga ngeme teges kang apik, yen digagas apike, bisa dadi panggunggah konggone kita ngelingi kahanan rusak mau. Dadi panggugah kang bakal nyurung tumindak kita ing saben dinane, yaiku timindak kang migunani dudu tumindak kang tansah gawe keruhing kahanan.

Kahanan dijangka apik ora tiba saka langit, nanging kita kudu ikhtiar mbudidaya, amarga srana ikhtiar iku kita bakal nemu gegayuhane. Kahanan jaman rusak wis kudune bisa nyadarake kita, dene kita uga kudu melu urun rembug lan tenaga. Suket tanggane sing luwih ijo bisaa dadi panggugah lan panyurunge.

Ngelingi rusake jaman ngemu teges sing rusak menungsane lan uga lingkungane, mula loro-lorone kudu didandani, ora mung menungsane lan ora mung lingkungane. Yen didandani lingkungane thok, wancine tekan ya mung dirusak maneh, tegese ora bisa dinyang kudu loro-lorone kang didandani.

Gegayuhan ndandani kahanan kang rusak kuwi mau nyatane ora gampang, ora segampang omongan nanging ora ana pilihan liya kejaba kudu dandan. Mula supayane ikhtiar iki bisa ditindakake, apik nganggo cara sing ringkes lan sederhana. Diwiwiti saka lingkungan sing paling cilik, seka awake dhewe-dhewe lan linkungane dhewe-dhewe, embuh kuwi lingkungan omah utawa lingkungan penggawean.

Sing yakin, didhasari tekad sing kuat, dilakoni kanthi seneng kebak ing katresnan, njangka kahanan kang luwih apik. Tegese ya kudu gelem ndandani awake dhewe lan lingkungane, ditingkatake tumindake ojo mung kaya sing wis dilakoni.

Tegese kudu ditindakake, dijangkah. Suket tanggane luwih ijo dadi panggugah lan panyurung, srana gotong-royong nenandur, reresik lan ngirit. Langkah cilik iki bisa kanggo miwiti melu urun ndandani kahanan.

Nenandur, reresik lan ngirit bisa kanggo ndandani rusake lingkungan.

Gotong-royong bisa kanggo ndandani rusake menungsunane.

Nenandur, reresik lan ngirit yen dijlentrehake bisa wujud werna-werna tumindak kang bisa, malah gampang, dilakoni ing urip saben dina. Ora usah sing angel lan sing abot, dipilih sing paling mungkin dilakoni.

Tembung nenandur, ngemu teges nandur lan ngopeni tandurane. Nandur tanduran ing kiwo tengene omah, ing latar utama ing pot-pot. Ditanduri, dibedhuli alang-alange, didhangir lan dirabuk nganggo rabuk sing ramah lingkungan, diresiki yen ana hamane. Tegese ngenthengke langkah manfaatake nggon-nggon sela nambah tanduran. Tambah rong uwit wae sak omah yen sejuta omah wis rongjuta uwit anyar kang ditandur.

Ojo trima yen tanduran tanggane luwih ijo, tandurane dhewe ya kudu bisa ijo. Nduwe tanduran lan thukul subur, tegese diopeni, supanyane bisa ngurangi panas lan polusi. Pakulinan nenandur iki uga bisa dadi rabuk tuwuhe rasa sabar lan ketekunan, ngurangi watak mutungan lang gampang nglokro, penting kanggo ndhasari gegayuhan.

Tembung reresik ngemu teges nggulawentah resiking papan lan uwuhe utawa sampahe. Nggon kang resik kejaba endah disawang uga sehat, umpamane selokan yen resik ora dadi sarange penyakit lan ngurangi penyebab banjir . Dene uwuh uga dipilah miturut ramah lan orane karo lingkungan, dibuang ing panggonan sing bener, utawa bisa dolah dadi rabuk.

Ojo trima yen latare lan slokane tangga luwih resik, nggone dhewe uga kudu rajin diresiki. Nggon yen resik, penak disawang, endah, lan sehat, bebane pencemaran lingkungan ya mesthi kurang. Pakulinan reresik iki bisa uga dadi rabuk tuwuhe rasa katresnan marang kesehatan lan endahing kahanan.

Tembung ngirit, ngemu teges ngurangi boros, panganggo sak perlune cukup wae. Ngirit banyu bisa, ngirit listrik bisa, ngirit bensin bisa, ngirit plastik uga bisa. Sederhana wae, nutup kran banyu yen wis cukup, mateni lampu sing ora perlu, ngurangi ademe suhu AC, ora usah kesuwen manasi mesin kendaraan, ngurangi sampah plastik lan sak piturute. Akeh kang bisa ditindakake, supaya bebane lingkungan ora tansaya abot. Apik yen dadi pakulinan, ora kok sithik-sithik ganti peralatan elektronik lan ugal-ugalan ngonsumsi energi. Dinalar ringkes wae umpamane yen sak omah ngurangi 10 watt wae, sejuta omah wis ngirit 10 juta watt.

Ojo trima yen tanggane luwih ora boros, awake dhewe ya kudu bisa ngirit. Pakulinan urip ora boros iki bisa kanggo rabuk tuwuhe rasa gemi lan tepa slira, ngurangi srakah lan tega ngrugekake liyan.

Dene gotong-royong, uga ngemu teges werna-werna. Teges kekeluargaan, guyup rukun, tepa slira, weweh, toleransi, makaryo bebarengan, lan sak piturute. Srana gotong-royong bisa kanggo wadah melu urun, ana urun rembug, ana urun tenaga, ana urun duit, ana urun peralatan kerja, ana urun konsumsi, miturut kahanane dhewe-dhewe. Bisa kanggo ngasah rasa perduli. Nyatane gawean bisa luwih entheng, luwih cepet lan luwih gampang yen disengkuyung bebarengan.

Ojo trima yen tanggane luwih guyup rukun, awake dhewe ya kudu guyup rukun. Semono uga yen RT sebelah gotong-royonge apik, bisaa dadi panggugah kanggo nguripke gotong royong ing lingkungan RTne dhewe-dhewe. Kebiasaan gotong-royong iki bisa kanggo rabuk tuwuhe rasa perduli karo lingkungan lan sapadhane.

Mengkono uga srana kegiatan sederhana ing lingkungan sing paling cilik kuwi mau uga bisa ngejak utawa nglibatake anak, sanajan sithik ana kang ditularake. Anak-anak kita sing bakal marisi kahanan sing ditinggalake wong tuane. Mula sinau perduli lingkungan wiwit isih bocah iku penting.

Kabeh kuwi mau, coba di timbang-timbang, apa bisa dilakoni, apa gelem olehe nglakoni, apa migunani lan sak piturute. Di sumerebi yen kabeh kuwi uga dadi tanggung jawab kita, menungsa kang pinaringan cecawisan lingkungan kanggo kita manggon. Tegese kita uga wajib njaga.

Panjangkane, kawiwitan saka awake dhewe-dhewe, ing likungane dhewe-dhewe, kita bisa melu urun rembug lan urun tenaga sanajan mung sithik kanggo bebarengan nyengkuyung pembangunan. Ngenthengake bebane negara, ora mung ngabot-aboti ngaliyan, oja nganti kok urip ora uwur ora sembur.

Ayo padha gumregah, gumregah sak kabehe, ya gumregah lahir lan batine. Supaya adil makmur cita-citane bangsa lan negara ora mung entek ing cita-cita thok.

February 09, 2011

... HAYUNING PRIBADI

Mentes tumelung, 
ora ndongak mracihnani kothong tanpa isi,
ora sok ngendel-endelake samubarang kaluwiham,
ora mamerake kasugihan lan kapinteran,
ora ngongasake dhiri winates mung ing lathi.


Kebak welas asih,
sarwa duwe rumangsa dudu rumangsa sarwa duwe,
ora gawe kapitunane liyan,
ora wengis satindak laku polahe,
ora lali maelu laku dudu,
ora samubarang pakarti nista ditrajang wani.

February 08, 2011

LEDHEK MUNYUK


(Nuwuhake rasa rumangsa kang wus ditandur dening sesepuh ing murid-muride, gegayuhan tumuju jumbuhe rasa Gusti)
Sawijining dina, nalika obrol-obrolan ing ngisor wit blimbing ana pitakonan putra murid,  apa ta penggawean sing cocok konggone dheweke. Sebab nyatane akeh-akehe wong kuwi ora nyenengi penggaweane, tansaya akeh uga wong kang ora nduweni penggawean. Mengkono wong nyambutgawe kejaba kurang asile uga ora nyenengake, sebab wong kang nyenengi penggaweane lan nglakoni gaweane kanthi rasa tresna, ora wedi karo kesel, thukul eguh pertikele, lan tansah seneng sajroning penggaweane.
Sesepuh kuwi ora mung nresnani penggaweane, ananging uga nglakoni kabeh tinda-tanduk saban dinane kanthi rasa tresna. Ora rowa, ananging mligi tumuju kanggo srana Gusti makaryo, lan dilakoni kanthi seneng uga semangat.
Njur ngopo ledhek munyuk?
Jaman wis maju, malah rekadayane menungsa bisa nyiptaake munyuk (kewan), ananging majune jaman ora ndadekake manungsa kelangan watak/naluri kewane. Sing owah, soyo majune jaman watak lan nalurine sing tambah maju. Ing kene nyethaake yen naluri iku ana bareng karo lahire menungsa.
Digagas tata lahire, kabutuhan kewan lan menungsa ana padhane, kebutuhan dhasar kang ditembungke naluri/watak kewan. Kaping pisan yaiku kebutuhan mangan, mung bedane mentahan lan masakan. Kaping pindho kebutuhan seks. Kaping telu kebutuhan turu utawa ngaso lan kepenak utawa aman. Telu kebutuhan dhasar iki kang sipate naluriah, uga sering tembungke naluri kewan (hewani), telung perkara iki musate ana ing pikir.
Yen menungsa ing urip bebrayan saben dinane isih tumindak mung kanggo nyukupi kebutuhan dhasar utawa naluri hewani, tegese isih kaya kewan. Nyilih bahasa kedokteran, iki kang ditembungke pikirane isih diatur lymbic, yaiku bagian utek sing magepokan karo ngatur hormon lan emosi kebutuhan dhasar. Ananging yen menungsa wis bisa nimbang tumindake, ora mung waton,  tuwuh katresnan, menungsa pantes dijenengke menungsa. Katresan iki ngancik ing naluri kaping papat, dudu pikir utawa dudu nalar, ananging ngancik tataran rasa.
Menungsa urip ing tataran katresnan iki tegese wiwitane tumindak kamanungsan, rasa rumangsane menungsa (sanajan mungkin ora dirumangsani). Katresnan iki kang bisa milah naluri hewani menungsa. Katresnan iki mujude rasa rumangsa manungsa, ya rasa kamanungsan.
Naluri katresnan utawa naluri kaping papat iki kang dadi dhasar munggahe nyandak naluri kaping lima lan sak teruse, yaiku tataran rasa jati utawa rasa Gusti. Tataran kaping lima iki wiwitane menungsa nggayuh jumbuhe rasa Gusti.
Mengkono kasunyatane urip, kaya kewan, tinuntun lymbic menungsa polah kanggo nyukupi kebutahane kang sipate naluriah. Golek pangan, miturut apa perlune. Umpamane macan, mung golek mangsa rikala luwe, dipangan sakcukupe miturut kebutuhane, ananging kudu mangan. Semono uga manungsa dituntun naluri dhasar sing padha, mula ana kalane tega nyilakani sakpadhane. Menungsa ing tataran iki durung pantes dijenengke menungsa, nduweni raga menungsa anganging durung kamanungsan.
Dene ledhek munyuk iso ditemoni ing wilayah-wilayah se Indonesia, malah uga ing manca negara. Ngono munyuke dinggoni kathok jean biru, kaca mata ireng, topi laken, nyangklek tas, njur ngonthel sepeda cilik utawa nggeret grobag cilik. Penampilan digawe kaya menungsa, njur muter-muter sajak bagus dhewe (mungkin pikire wis kaya menungsa), ngimbangi suara kendhang lan keploke penonton.
Nanging naliko ana bocah nguntali kacang, munyuke njur lali perane kaya menungsa kuwi mau, lali penampilane njur cepet-cepet njupuki kacange lan disisil sambi mlaku gembelengan. Naluri asline ora njur berubah senajan wis disangdangi kaya menungsa.
Nggatekake polahe munyuk kuwi mau, bisa kanggo mawasdhiri/instrospeksi apa kita uga mung sandhangan menungsa nanging yen ketemu cecawisan sandhang pangan njur tumindake mung nduruti naluri kaya munyuk, rebutan ninggalake duga kira lan prayoga? Dominasi lymbic utawa pikir wis kudu di geser diganti dominasi rasa, menungsa wis kudune nduweni kesadaran rasa, supayane dudu naluri kewan kang dominan saben-saben kita ngayahi penggawean kanggo nyukupi kebutuhan.
Yen digatekake isih akeh wong kang nduweni kewajiban ing wilayah-wilayahe, uga kang nyekel panguasa, kang isih dikuasani lymbic. Kang kudune bisa dadi panutan, ananging ora rumangsa ketemu ora rumangsa, naluri kewan ketemu naluri kewan, gawene ngapusi, ya ngapusi awake/rasane dhewe lan ngapusi sakpadhane.
Kusasane lymbic utawa pikir iku kang ndadekake menungsa tansah kuatir, pikire terancam, uripe ora bisa anteng, nyebabake nyebar keruhe kahanan ing ngendi-endi. Yen bisa ucul saka kuasane pikir iki ndadekake menungsa bisa nyumerebi endi apik endi ala tumrap awake dhewe lan tumrap negarane.
Nyatane, gebyare alam donya nyebabake menungsa kelangan jati dhirine. Ruwet rentenge urip lan gawene menungsa tansaya ngadohake rasane menungsa. Mengkono nggayuh jumbuhing rasa bakal dadi perjuangan sak lawase urip.
Nguculi kuasane pikir iki nyatane ora segampang omongan. Amarga pikire menungsa mulur, miturut undhuhan urip sak durunge utawa undhuhan wohing pakarti, miturut kahanan ing urip sing saiki lan miturut thukule panjangkane. Kuasane pikir kuwi mau dadi bluwen kanggone urip menungsa, kang ditembungke menungsa kelangan kamerdikane.
Tembung nguculi kuasane pikir iku mau kang tegese ngalahake egone, supaya bisa nyandhak tataran rasa rumangsa, utawa nduweni kesadaran katresnan.  Rasa tresna menungsa bakal nuwuhake tataran kesadaran kaping lima yaiku tataran kesadaran bekti, kang dadi wiwitane njumbuhake rasa Gusti ing dhiri menungsa. Nyandhake tataran kesadaran tresna lan bekti, bakal nuntun naluri menungsa, nuntun anggone ngayahi kewajiban supayane ora mung kaya naluri kewan, nanging minangka laku tresna lan bekti.
Yen menungsa bisa nyandak gegayuhane nganti tataran kesadaran rasa tresna lan rasa bekti, bakal nyumerebi yen apa wae kan ditindakake ing urip saben dinane ora liya mung sakderma nglakoni. Tegese nyandak ing kesadaran kaping nem, kesadaran rasa Gusti makarya. Ing kene ego lan pamrih bribadi lebur dening rasa pasrah, menungsa masrahake urip lan penguripane marang Gusti. Rasa jatine nuntun tumindake, ketemu jati dhirine, tansaya jumbuh rasa Gustine. Tansaya jelas bedane kewan lan menungsa, menungsa lan Sesepuhe. Tansaya jelas dununge tumindak kang mung nduruti naluri utawa egone dhewe.
Kesadaran kaping nem iki bakal mujudake kepasrahan kang mligi rasa rumangsa kang dirumangsani, jumbuhe rasa Gusti ing rasane menungsa, nyandak ing tataran kesadaran kaping pitu, ya kesadaran rasa manunggal. Manunggaling kawula Gusti. Tataran kang mung ana rasa endah.
Dibutuhake tekad sing kuat, wani lan gelem ndandani uripe, wani lan gelem berubah ora mung kaya sing wis dilakoni. Babat alang-alang kang thukul ngrenbaka bareng karo kuasane naluri hewani ing uripe menungsa, supayane kang tuwuh tanduran rasa rumangsa kang wis ditandur dening Sesepuhe.
Instrospeksi, apa wis pantes dijenengke MENUNGSA, apa isih kaya LEDHEK MUNYUK.