“Ngir ngiiirrr …r” suara gerinda besi mendenging membuat bising ditelinga. Jam telah menunjukan pukul 10.45 malam namun kesibukan di bengkel las masih belum terlihat mereda.
“Sepertinya banyak orderan …hemmm” guman seorang penghuni rumah lirih. Rumahnya berdekatan dengan bengkel las yang berada diujung gang depan rumahnya. “Biasanya ¼ jam lagi mereka berhenti…terus sepi !” gumannya kembali. Kali ini terasa ada keresahan yang menyelip dibenaknya. Tak seberapa lama kemudian memang bengel las telah tutup dan suasana bising berubah menjadi lengang.
Kebisingan tengah malam bukanlah menjadi masalah, akan tetapi suasana sepilah yang membuatnya resah. Aneh ! Namun begitulah kalau orang lagi strees.
Kesibukan di bengkel las rupanya telah memberikan rasa aman karena secara tidak langsung gang depan rumahnya ikut terawasi. Sementara disaat kelengangan malam biasanya lantas muncul manusia-manusia tidak dikenal, maling !.
”Yach … gajian bulan depan baru bisa pasang teralis !” tarikan napasnya panjang, keinginannya untuk membuat rumahnya aman tertunda, lantas tertidur dengan pentung masih menempel ditangannya. Begitulah gambaran bahwa rasa aman telah menjadi sesuatu yang mahal.
Diberbagai tingkatan, tidak saja dilingkungan perumahan elit tetapi juga dilingkungan RSS keresahan yang sama masih saja ada. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan seperti pemasangan alat-alat canggih, sewa keamanan pribadi, pagar tinggi serta siskamling namun tetap saja teralis terpasang dimana mana. Teralis telah menjadi elemen rumah tinggal yang cukup menonjol.
Hasil karya arsitek baru dikatakan berhasil baik apabila penampilan bangunan yang dirancang mampu mengekpresikan fungsi yang diwadahinya. Konsep tersebut dalam dunia arsitektur sering disebut dengan “building communication“. Adanya building communication maka bangunan akan berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya. Dalam perkembangannya, beberapa bangunan pada akhirnya mempunyai bahasa tersendiri untuk memperkenalkan diri. Kalau kantor pos bahasanya dengan warna orange, gedung kejaksaan bentuknya seimbang dengan kolom kolomnya tegas menjulang, penjara dengan jerujinya dll, maka ciri rumah di Batam banyak teralisnya.
Yang menarik adalah membandingkan jeruji di penjara dengan teralis di rumah. Secara fungsi tentu tidak ada perbedaannya karena sama-sama untuk mengurung. Yang berbeda hanya posisi orangnya, kalau di penjara yang bebas sipirnya sedangkan di perumahan yang bebas adalah malingnya. Dan karenanya rumah telah menjadi penjara bagi penghuninya,
PR bagi para arsitek supaya dalam merancang rumah sekaligus merancang teralisnya sehingga keindahan tidak tergadaikan begitu saja demi rasa aman .
Suka atau tidak suka rupanya maling telah memberikan andil terhadap ciri rumah tinggal di Batam.
Joni – Arif, Arsitek sedang berseloroh.
No comments:
Post a Comment
bebas berkomentar, berkomentar bebas ....