Rukili bisa saja nama orang, akan tetapi Rukili yang dimaksud disini adalah rumah kios liar !.
Rukuli tidak setenar kawannya yang bernama Ruli (rumah liar), Kili (kios liar) dan Ruko (rumah toko), namun demikian sepak terjangnya perlu diwaspadai secara terus menerus. Dengan taktik hit and runmya, Rukili mampu menaklukkan wilayah strategis yang satu ke tempat yang lain. Setelah Tanjung Pantun lumpuh pindah ke Matahari Batam Centre (dulu) dan selanjutnya entah kemana lagi.
Rukili eksis dimana-mana hampir disetiap sudut kota atau disekitar pusat – pusat keramaian. Eksistensi Rukili selalu dipresentasikan dengan keadaan bencana pada wilayah yang didudukinya seperti lumpuhnya aktivitas perdagangan utama, kerawanan sosial, macet, kumuh dan black attribute lainnya.
Memindahkan / menggusur Rukili juga lebih repot dibandingkan Ruli / Kili karena bisa bisa saguh hatinya untuk dua hal. Yang pertama saguhati tempat tinggal yang kedua saguhati tempat usaha. Berabe khan? Dewasa ini Rukili telah menjadi permasalahan kota yang cukup rumit untuk diselesaikan
Dan mari kita lihat upaya upaya penataan Rukila / Kili ditengah Kota kita.
Dalam perencanaan kota, kelengkapan berbagai fasilitas dalam suatu wilayah adalah mutlak diperlukan. Fasilitas yang satu menunjang fasilitas yang lain sehingga secara bersama-sama dapat menggerakan roda kehidupan secara normal. Adalah wajar bila di lingkungan permukiman dilengkapi fasilitas ibadah, komersial, pendidikan atau bahkan kesehatan. Yang tidak wajar apabila dilingkungan Rumah Sakit dibangun Puskesmas, dilingkungan Masjid dibangun Musholla, demikian pula dilingkungan Ruko/Mall dipermanenkan Rukili/Kili
Dengan memberikan space untuk Rukili / Kili di tengah Kota hanya akan memperkuat citra Kota sebagai Kota Metropolitan dari sisi heterogennya saja, apabila salah dalam penempatannya.
Penempatan Kaki Lima (sebagai jelmaan Rukili / Kili) di median jalan atau ditepi trotoar dapat dikatakan menyalahi tatanan yang ada. Karena Kaki Lima bukan jenis street furniture seperti halte, telpon umum dll yang bisa ditempatkan didalam daerah milik jalan (DMJ).
Sebagai contohnya adalah penataan Rukili / Kili di tepi trotoar depan May Mart Batam Centre dan di median jalan depan Balison Nagoya. Mempermanenkannya menjadi Kaki Lima pada tempat-tempat tersebut diatas hanya berefek pada nilai estetiknya saja. Penataan model ini selalu berdampak menggusur pejalan kaki ke jalur kendaraan sehingga lalu lintas menjadi macet dan semrawut.
Berbagai konsep penataan Rukili / Kili secara comprehensive tentunya sudah disiapkan oleh para Ahlinya, namun demikian seperti contoh diatas, tetap saja yang terlihat adalah dampak eksistensi Rukili / Kili yang lebih menonjol dibandingkan sisi baiknya. Kiranya perlu dipertanyakan pada tim penilai Adhipura barangkali masalah Rukili / Kili yang menjamur di ruas – ruas jalan ikut andil menyumbang Kota Kita berpredikat kota kotor.
Perlu pengkajian lebih lanjut agar penataan Kaki Lima sebagai upaya untuk mendukung aktivitas kota menjadi lebih hidup dapat tercapai. Apabila berbagai upaya dirasa gagal, apakah tidak sebaiknya dicoba konsep penataan dengan mengembalikan Rukili pada habitat Li (lingkungan ruli) supaya tercipta simbiosis mutualisme antar Li.
Joni – Arif, arsitek sedang seloroh
No comments:
Post a Comment
bebas berkomentar, berkomentar bebas ....